rumah berukuran 6X14 meter di Jalan Pandean IV no. 48 Surabaya itu memang tidak istimewa. Ruang tamunya berbatasan langsung dengan gang yang tidak seberapa luas sekitar 3 meter. Tembok depannya bercat putih tampak kusam, di sisi lain rembesan air menciptakan bekas di plafon, berpadu dengan kusen pintu dan jendela yang berbeda warna.
Melangkah masuk ke dalam, rumah ini terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang tengah untuk bersantai, dan dua kamar. Di belakang ada dapur yang terdapat juga sebuah tangga kayu untuk naik ke lantai dua yang hanya digunakan untuk menjemur pakaian. Namun, siapa sangka bangunan lama ini disebut-sebut sebagai tempat kelahiran Proklamator RI Soekarno, yang lahir pada 6 Juni 1901.
"Dari dulu, ya seperti ini. Setahu saya pemiliknya tidak berani mengubahnya atau merenovasi," ujar Ashari, 78 tahun, warga Jalan Pandean Surabaya. Lebih lanjut ia mengatakan, jika pengelolaan rumah tersebut saat ini di bawah naungan Pemkot Surabaya.
Rencananya, Pemkot akan menjadikan bangunan rumah tersebut sebagai museum sejarah atau tempat cagar budaya.
Ketidakjelasan masyarakat pada tempat lahir Soekarno dikarenakan usai dilahirkan, Soekarno tidak lama tinggal di Surabaya. Pada usia 2 tahun, Koesno mengikuti kepindahan orang tuanya ke Mojokerto, Tulungagung di dua kota ini Soekarno tinggal tidak lama, hingga kemudian pindah ke Blitar. Lalu beranjak dewasa ia mengenyam pendidikan di Surabaya.
Ashari juga mengisahkan cerita dari ibunya tentang kehidupan Soekarno di Pandean Surabaya. Saat itu, Soekarno setelah dibesarkan di Blitar melanjutkan pendidikan Hoogere Burger School (HBS) di Surabaya. Saat Soekarno tinggal di Pandean, kenang Ashari, rumah tetangga di depan rumahnya ditempati sebagai sekretariat Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). KBI adalah organisasi pemuda di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI), partai politik yang didirikan Soekarno. Berbagai aktivitas politik dilakukan di tempat itu.
Tinggal di Surabaya, Soekarno tidak memilih lama menetap di rumah pribadinya, ia memilih untuk kos di Jalan Peneleh gang VII Surabaya. Dari Pandean dan Peneleh itulah benih-benih pengetahuan politik seorang Soekarno mulai tumbuh. Soekarno berkenalan dengan Haji Oemar Said Tokroaminoto (HOS) Tjokroaminoto, bapak kos yang juga ketua Syarikat Islam (SI).
Tjokroaminoto memperkenalkan Soekarno dengan wacana-wacana kebangsaan dan semangat perlawanan kepada penjajah Belanda. Semaun, Moeso, Darsono dan Alimin yang juga menuntut ilmu di HBS menjadi teman diskusi. Hingga tahun 1926, Soekarno melanjutkan pendidikannya di sekolah teknis THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi), cikal bakal Institut Teknologi Bandung-ITB dan lulus tahun 1926, serta berkiprah di dunia politik nasional.
Seperti semua orang ketahui lokasi kelahiran Putra Sang Fajar terdapat kesimpang siuran, selain di Mojokerto, Tulungagung, Surabaya ada juga sumber yang mengatakan Soekarno lahir di Blitar. Mengenai pendapat kelahirannya di Surabaya, memang sempat disebut dalam dua buku biografi Soekarno Penyambung Lidah Rakyat karangan Cindy Adam dan Putra Sang Fajar karangan Shohirin. Dalam dua buku tersebut menyebut Surabaya sebagai tempat kelahiran tokoh yang masa kecilnya dikenal dengan nama Koesno, dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai.
0 komentar:
Posting Komentar